Awal Mula Night Market: Solusi atau Bumerang?
Dari Ide Cemerlang ke Masalah Berantai
Businessindustry – Program Night Market di Alun-Alun Kota Bogor awalnya digadang-gadang sebagai solusi “win-win solution” untuk menata PKL sekaligus menghidupkan ekonomi malam. Pemkot Bogor menjanjikan tata kelola yang rapi dengan jam operasional terbatas (18.00-22.00 WIB). Tapi faktanya? “PKL malah berjualan sampai subuh, lahan parkir kacau, dan premanisme merajalela,” ujar Agustian Syach, Kepala Satpol PP Bogor.
Timeline Night Market Bogor
Periode | Kebijakan | Masalah yang Muncul |
---|---|---|
Januari 2024 | Peluncuran Night Market | PKL meluber, parkir semrawut |
Juni 2024 | Sosialisasi jam operasional | Pedagang tidak patuh jam tutup |
Desember 2024 | Laporan pungli oleh pedagang | Marak premanisme dan pungutan liar |
Februari 2025 | Penutupan resmi oleh Pemkot Bogor | Protes pedagang & kritik DPRD |
Mengapa Night Market Akhirnya Ditutup?
Pelanggaran Jam Operasional: Bukan Cuma Soal Waktu
Agustian Syach mengungkapkan, “80% pedagang tidak patuh jam tutup. Mereka berjualan hingga dini hari, bahkan ada yang sampai subuh.” Akibatnya, kawasan Alun-Alun yang seharusnya steril pukul 22.00 WIB berubah jadi pasar 24 jam. Belum lagi masalah parkir liar yang memacetkan Jalan Dewi Sartika—jalur utama menuju Stasiun KRL.
Premanisme & Pungli: Dosa Turunan yang Tak Terduga
Meski bukan faktor utama penutupan, praktik pungli oleh oknum preman jadi bumerang. “Ada yang dipungut Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per malam hanya untuk bisa jualan,” kisah Andi, salah satu pedagang bakso. Pemkot mengaku tidak pernah mengizinkan pungutan ini, tapi pengawasan yang lemah membuat preman leluasa beraksi.
Pedagang VS Pemkot: Siapa yang Salah?

Protes Pedagang: “Kami Mau Hidup, Bukan Cuma Bertahan”
Dengan 307 PKL terdampak, keputusan penutupan menuai protes. “Kami sudah bayar ijin, taat aturan, tapi kenapa dihukum karena oknum nakal?” protes Siti, pedagang es buah. Banyak pedagang merasa Pemkot tidak tegas membasmi preman, malah menghukum mereka yang sudah patuh.
Pemkot Bogor: “Kami Sudah Memberi Tenggat, Tapi…”
Agustian Syach membantah tuduhan sepihak: “Kami beri waktu sosialisasi 6 bulan, tapi tidak ada perubahan. Bahkan ada pedagang yang sengaja mangkir saat rapat koordinasi.” Pemkot juga menyebut 40% PKL di Night Market adalah pendatang baru yang tidak terdaftar, memperparah kesemrawutan.
“Kalau mau tuntas, PKL harus masuk pasar, bukan digiring ke alun-alun seperti ini!”
– ASB, Anggota DPRD Kota Bogor
Kritik Pedas DPRD: “Ini Bukti Pemkot Tidak Matang!”
Kajian Minim, Dampak Maksimal
Anggota DPRD ASB menyoroti kegagalan kajian Pemkot: “Mereka tidak hitung dampak lalu lintas, tidak siapkan lahan alternatif, dan lupa bahwa Jalan Dewi Sartika itu jalur vital KRL!” Menurutnya, Night Market hanya memindahkan masalah dari trotoar ke alun-alun.
Perbandingan Rencana vs Realita
Aspek | Rencana Awal Pemkot | Realita di Lapangan |
---|---|---|
Jam Operasional | 18.00-22.00 WIB | 18.00-04.00 WIB (melebihi 8 jam) |
Jumlah PKL | 150 pedagang terdaftar | 307 pedagang (termasuk ilegal) |
Pengawasan | Satpol PP & Disperindag | Hanya 5 petugas per malam |
Dampak Lalu Lintas | Tidak signifikan | Macet 1-2 km setiap malam |
Netizen Ribut: Dukung atau Tolak?
#SaveNightMarket vs #SterilkanAlunAlun
Hasil polling di akun Instagram @infobogor_show:
- 55% netizen setuju Night Market ditutup: “Alun-alun bukan pasar, kembalikan sebagai ruang publik!”
- 45% mendukung PKL: “Night Market jadi ikon kuliner Bogor, jangan matikan ekonomi kecil!”
Kutipan Viral:
“Pemkot salah urus, rakyat yang jadi korban. Jangan tutup Night Market-nya, tapi perbaiki sistemnya!”
– @bogorfoodie (2,5k likes)
Langkah ke Depan: Ada Jalan Keluar atau Jalan Buntu?
Usulan Relokasi: Pasar Merdeka vs Hanggar Parkir
ASB menawarkan solusi: “Kenapa tidak relokasi ke Pasar Merdeka? Area parkirnya luas, bisa dibangun hanggar khusus PKL dengan sewa terjangkau.” Sayangnya, ide ini belum ditanggapi serius oleh Pemkot.
Pelajaran Mahal untuk Kota Bogor
Kisruh Night Market mengajarkan:
- Kebijakan dadakan tanpa kajian matang = bom waktu.
- Pengawasan setengah hati memicu masalah baru.
- Dialog dengan pedagang harus jadi prioritas, bukan sekadar sosialisasi formal.
“Night Market mungkin gagal hari ini, tapi bukan akhir dari cerita. Masih ada 307 mimpi pedagang yang perlu diselamatkan.”
– Komunitas Peduli PKL Bogor
Akhir Kata:
Penutupan Night Market Alun-Alun Bogor bukan sekadar tentang pedagang vs pemkot, tapi cermin kompleksitas tata kota. Di satu sisi, ada kebutuhan ruang publik yang tertib. Di sisi lain, ribuan nyawa bergantung pada sepeda angkringan dan gerobak bakso. Kalau menurutmu, solusi idealnya apa? Share di kolom komentar!
+ There are no comments
Add yours